Rabu, 13 Juli 2011

Mo Skol (Jafar Werfete)

Ini Mop dari Teluk Arguni, Kaimana, Papua Barat sekitar tahun 70-an dengan bahasa Irarutu.
Suatu hari ada seorang Bapak dari suatu kampung di sekitar Tugarni hendak ke Kaimana dengan mendayung sampan, maklum dahulu belum ada motor tempel kayak sekarang so orang ke Kaimana dengan mendayung perahu kajang [perahu bercadik yang memiliki rumah yang terbuat dari anyaman daun nipah/kajang). Perjalanan ke Kaimana bisa ditempuh dalam waktu 2-3 hari pada saat teduh, tetapi pada musim angin, dapat memakan waktu 7 - 9 hari). Pada masa itu sudah banyak anak-anak dari Teluk Arguni yang bersekolah di Kaimana dan seperti biasanya kalau ada perahu yang ke Kaimana, selalu saja ada banyak titipan berupa makanan yang dikirim untuk anak-anak mereka yang bersekolah di Kaimana. Hari itu sang Bapak berencana berangkat hampir pagi tetapi karena suatu alasan tertentu, keberangkatan tertunda hingga kesiangan, akhirnya banyak kiriman barang dimuat tanpa sepengetahuan sang Bapak hingga perahu sarat dengan muatan berupa sagu, pisang, keladi, kasbi, siput, ikan kering, dll.. Waktu sang Bapak tiba di pantai dan hendak berangkat, ia melihat banyak orang di pantai dekat perahunya dan terlihat pula perahunya sudah sarat dengan muatan, dengan kesal bapak itu lalu bertanya pada --sebut saja para pengantar--orang-orang di sekitar perahunya itu dengan bahasa Irarutu dialek Tugarni:

Si Bapak : "Wa! mo gata ufu fi utye wenni e?
Pengantar : "Mo omo etu!"
Si Bapak : "Mo gata ufu fi fud wenni e?"
Pengantar : "Mo omo etu!"
Si Bapak : "Mo gata ufu fi jub wenni e?"
Pengantar : "Mo omo etu!"
Si Bapak : "Mo gata e?"
Pengantar : " Mo omo etu, mo skol wenni du nene Kiman e??
Si Bapak : "Afa, mo ere su goto jae fi du ir moskol ije wetu du nfuit moskor iden
wetu?" he..he..kena batunya....

Kamar Samping WC Disewakan (Jafar Werfete)

Seorang pegawai PNS dari Jayapura mendapat beasiswa bersekolah (Tugas Belajar) untuk S1 di Jogja. Pada awalnya ia selalu berkomunikasi dengan istri dan empat orang anaknya yang masih kecil,hampir setiap hari ia menelpon istri dan anak-anaknya. Ia juga sering membagi uang beasiswanya dengan istri dan anak-anaknya, maklum kreditnya di bank belum lunas, tetapi seiring dengan waktu yang terus berputar, lambat laun frekwensi komunikasinya mulai berkurang, mulai dari menelepon seminggu sekali, hingga berbulan-bulan tak pernah berkomunikasi dengan istri dan anak-anaknya, bahkan tak pernah lagi ia mengirim sedikit uang seperti semula. Sang istri dengan segala keterbatasannya berjuang menghidupi anak-anaknya. Ternyata sang suami tengah menjalin hubungan dengan seorang gadis belia asal bandung yang ia kenal lewat facebook.

Dengan keadaan terpaksa akhirnya sang istri menjual diri alias menjadi wanita panggilan untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Suatu saat,suaminya menelepon dan menanyakan kabar istri dan anak-anaknya, termasuk menanyakan keadaan rumah mereka. Dengan santai istrinya menjawab " Saya dan anak-anak sehat walafiat, tetapi saya mau kasi tau sama bapa kalo kamar yang di samping WC itu sudah saya sewakan untuk membiayai hidup dan sekolah anak-anak." Dengan santai sang suami menjawab "Gak apa bu, nanti bapa pulang baru bapa rehab kamar itu untuk dipake kakek!" ha..ha..ingat tu yang tugas belajar sama istri dan anak-anak..

Senasib (n.n.)

Alkisah, ada cerita dari kehidupan di neraka. Seorang pemuda yang pada masa hidupnya selalu mabuk-mabukan,sangat jarang pergi ke gereja, tatapi senang ke pub, night club,dll meninggal dan sebagai imbalannya ia masuk ke neraka. Di neraka, ia hidup dengan orang-orang yang tidak ia kenal sebelumnya, tetapi suatu saat ia terkejut karena bertemu dengan pendeta jemaatnya yang menjadi tetangga kamarnya. Dengan sedikit heran pemuda itu bertanya "Lho! kok Pak Pendeta juga di sini?" dengan cepat Pak Pendeta itu memberi isyarat dengan meletakkan jari telunjuk secara vertikal di mulutnya sambil berkata "Sssssssssssssstttt....jangan keras-keras (sambil menunjuk ke kamar sebelahnya), Ketua Klasis kita juga ada di sini!" he..he..