Selasa, 05 Mei 2009

Teori Persebaran Alat Musik dan Pakaian di Indonesia (Oleh: J. Werfete)

Pada suatu hari seorang Guru Besar Antropologi dari UI memberikan kuliah umum di Program Studi Antropologi Universitas Cenderawasih Jayapura. Sang Guru Besar lalu bertanya pada mahasiswa peserta kuliah umum itu. “ Siapa yang bisa menjelaskan tentang proses persebaran alat musik dan pakaian di Indonesia?”. Seorang di antara peserta kuliah mengacungkan tangan dengan penuh convident, “ Saya Pak!” “Iya coba jelaskan!” Mahasiswa itu lalu menjelaskan

“ Begini Pak, alat musik itu menyebar dari arah timur ke barat, sedangkan pakaian itu menyebar dari arah barat ke timur. Semakin jauh penyebaran dari pusat atau asalnya, benda-benda tersebut mengalami perubahan ukuran menjadi semakin kecil bahkan habis.” Sang Guru besar lalu bertanya kepada mahasiswa tersebut, “Bisakah anda menunjukkan bukti-buktinya?” Mahasiswa itu lalu menambahkan “ Buktinya kalau kita perhatikan alat musik tradisional di Papua seperti Tifa itu ukurannya besar, setelah di Maluku, tifa itu semakin kecil, terus ke Sulawesi Selatan orang menggunakan rebana dengan ukuran yang lebih kecil, setelah di Jawa Barat, kayunya habis sehingga orang menggunakan bambu yang lebih kecil sebagai alat musik. Sampai di Aceh, bahan untuk membuat alat musiknya habis sehingga terpaksa anggota tubuh manusia (tangan, bahu, dada, dan paha)menjadi alat musiknya”. Sampai di sini Sang Guru besar lalu bertanya “Bagaimana dengan penyebaran pakaian?” Mahasiswa tersebut lalu melanjutkan:

“Bukti persebaran pakaian dari barat ke timur dapat kita lihat dengan semakin pendek atau simpelnya pakain adat orang Indonesia jika diteliti dari barat ke timur. Di Aceh, pakaiannya panjang-panjang, menutupi kaki hingga kepala di tambah menggunakan selendang, setelah di Sumatera Utara, ukuarannya sudah mulai pendek dan tidakmenutupi seluruh tubuh, sampai di Jawa, semakin pendek, kaum wanitanya tidak menutupi dada mereka. Di kalimantan, semakin kecil, orang Dayak tidak lagi menutupi seluruh tubuh mereka dengan kain atau pakaian, rok wanita lebih pendek. Setelah di Maluku, kainnya hampir habis sehingga laki-laki hanya mengenakan sepotong kain menutupi pantat dan alat vital mereka sedangkan rok perempuan sudah mencapai lutut. Sampai di Papua/Wamena, kain/bahan pakainnya habis sehingga orang Dani, Lani, tidak kebagain, akhirnya mereka terpaksa hanya menggunakan buah labu (koteka) untuk menutupi sebagain alat vital sedangkan yang lainnya dibiarkan terbuka”. He..he..
Sampai di sini, Sang Guru besar dan semua mahasiswa tertawa riuh.

Tidak ada komentar: